Pengujian metalografi
ini dilakukan untuk
menganalisa struktur mikro Pada
sampel. Adapun prinsip dasar langkah-langkah untuk melakukan
pengujian ini adalah sebadagai berikut :
1.
Cutting
(Pemotongan)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu
benda uji studi mikroskopik merupakan
hal yang sangat penting. Pemilihan
sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan.
Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel
yang sesuai dengan kondisi rata-rata
bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan
kemudahan pemotongan pula.
Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.
Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.
Ada beberapa sistem pemotongan sampel
berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan,
pengguntingan, penggergajian,
pemotongan
abrasi (abrasive cutter), gergaji
kawat, dan EDM (Electric Discharge
Machining).
Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi
menjadi dua, yaitu :
a)
Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda
b) Teknik pemotongan
dengan deformasi kecil, menggunakan low
speed diamond saw.
2.
Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki
bentuk yang tidak beraturan Akan sulit untuk ditangani khususnya ketika
dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang
berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan
penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media
mounting. Secara umum syarat-syarat
yang harus dimiliki bahan mounting adalah :
1. Bersifat inert
(tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
2. Sifat eksoterimis
rendah
3. Viskositas
rendah
4. Penyusutan linier rendah
5. Sifat adhesi
baik
6. Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
7. Flowabilitas
baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada
sampel
1. Khusus
untuk etsa elektrolitik dan pengujian
SEM, bahan mounting harus kondusif
Media mounting
yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan
digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastic sintetik.
Materialnya dapat berupa resin (castable
resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat
mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material
yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat
khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas
(1490C) pada mold saat mounting.
3.
Grinding (Pengamplasan)
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel
yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini
harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan
dilakukan dengan menggunakan kertas amplas silicon
karbit (SiC) dengan berbagai tingkat kekasaran yang ukuran butir abrasifnya
dinyatakan dengan mesh, yaitu
kombinasi dari 100, 220, 330, 500, 600,800, 1000, 1200, dan 2500. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung
pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan.
Seperti perubahan struktur akibat panas yang
timbul
pada saat proses pemotongan dan perubahan bentuk sample akibat beban
alat
potong.
Hal yang harus diperhatikan pada saat
pengamplasan adalah pemberian air. Air
berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang
timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian
kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan
perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900
terhadap arah sebelumnya.
4.
Polishing (Pemolesan)
Setelah diamplas sampai halus, sampel harus
dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang
halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan
ketidakteraturan sampel hingga orde
0.01μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar
rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan
karena cahaya yang datang dari
mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar
terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode
pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut :
a. Pemolesan Elektrolit Kimia
Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan
elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan
tipis pada permukaan, dan hampir tidak
ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa.
Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
b. Pemolesan Kimia Mekanis
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis
yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa
yang umum digunakan.
c. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis
pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam
mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.
5.
Etching
(Etsa)
Etsa
merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam
larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel
sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam.
Untuk beberapa material, mikrostruktur
baru muncul jika diberikan zat etsa.
Sehingga perlu pengetahuan
yang
tepat untuk memilih zat etsa yang
tepat.
a. Etsa Kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia
dimana zat etsa yang digunakan ini
memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya
antara lain: nitrid acid / nital
(asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam
picric + alkohol), ferric chloride,
hydroflouric acid, dll. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lam (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan setelah
dietsa, segera dicuci dengan air mengalir
lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
b. Elektro Etsa
(Etsa Elektrolitik)
Merupakan proses etsa dengan
menggunakan reaksi elektroetsa. Cara
ini dilakukan dengan pengaturan tegangan
dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan.
Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless
steel karena dengan
etsa kimia susah untuk medapatkan detil struktur
No comments:
Post a Comment